Sunday 2 March 2014

Kolonel Donald S. Rockwell


Penyair, Kritikus dan Pengarang

Kemudahan ajaran-ajaran Islam, daya tarik dan keagungan suasana mesjid-mesjid kaum Muslimin, kesungguhan kaum Muslimin memegang kepercayaan, kepercayaan/iman yang mempengaruhi amal perbuatan dari bermiliun-miliun kaum Muslimin yang tersebar di seluruh dunia yang memenuhi panggilan sembahyang lima kali sehari semalam, semua faktor itulah yang mula-mula menarik perhatian saya.

Akan tetapi sesudah saya memutuskan untuk menjadi pemeluk agama Islam, saya masih menemukan lagi banyak sebab-sebab lain yang lebih penting dan lebih dalam untuk memperkuat keputusan saya. Suatu konsep hidup yang matang dari Nabi s.a.w. yang dipadu dengan praktek, suatu pengarahan yang bijaksana, anjuran berbuat baik dan berkasih sayang, cinta kasih kemanusiaan yang luas dan perintis deklarasi hak-hak kaum wanita, semua itu dan masih banyak lagi yang lain-lain, bagi saya merupakan saksi-saksi hidup atas kebolehan agama ini yang dibawakan oleh orang Mekah dalam sabdanya yang singkat, bijaksana dan berpengaruh. "Percayalah kepada Tuhan dan ikatlah untamu." Begitulah sabda Rasulullah s.a.w. Dengan kata-katanya ini, beliau memberikan sistem keagamaan dalam perbuatan biasa. Jadi beliau itu tidak menyuruh kita percaya kepada adanya kekuasaan gaib yang menjaga, pada hal kita sendiri bersikap lengah. Beliau mengajarkan bahwa jika kita telah berbuat secara benar menurut kemampuan kita, kita boleh percaya atas apa yang akan terjadi sebagai Kehendak Allah s.w:t.

Keluasan toleransi Islam terhadap agama-agama lain, telah menyebabkan agama ini lebih dekat kepada orang-orang yang mencintai kebebasan. Muhammad s.a.w. telah menyerukan kepada para pengikutnya supaya bergaul dengan baik dengan para penganut Perjanjian Lama (Old Testament atau Taurat) dan Perjanjian Baru (New Testament atau Injil), dan Ibrahim, Musa dan Isa (Yesus) dipercayai sebagai Nabi-nabi yang diutus oleh Tuhan Yang SATU. Ini jelas merupakan sikap Islam yang toleran, berbeda dengan agama-agama lain.

Pembebasan sepenuhnya dari penyembahan patung-patung berhala merupakan bukti atas sehat dan bersihnya pokok-pokok ajaran Islam.

Ajaran-ajaran asli yang diberikan oleh Muhammad s.a.w. tidak bisa diubah atau ditambah oleh mereka yang menjadi sarjana hukum. Itulah Al-Qur'an yang tetap seperti keadaannya sewaktu diturunkan kepada Muhammad s.a.w. untuk memberi petunjuk kepada kaum musyrikin waktu itu. Tidak berubah, sama seperti sucinya jiwa Islam sendiri.

Kesederhanaan dalam segala hal, merupakan pokok dasar Islam yang telah merebut seluruh rasa kekaguman saya.

Rasulullah s.a.w. juga sangat memperhatikan kesehatan para pengikutnya. Beliau memerintahkan supaya selalu memperhatikan kebersihan sejauh-jauhnya, sebagaimana beliau menyuruh mereka berpuasa dan menguasai syahwat jasmani. Saya ingat pada waktu saya ada di mesjid-mesjid Istambul, Damsyik, Baitul-Mukaddas, Kairo, Al-Jazair, Fez dan lain-lain saya menginsyafi sedalam-dalamnya kemampuan Islam dengan kesederhanaannya untuk mengangkat jiwa rendah kemanusiaan ke langit ketinggian tanpa membutuhkan perhiasan-perhiasan yang rapi, patung-patung, gambar-gambar, musik-musik atau upacara-upacara resmi. Sebab mesjid adalah tempat untuk bertafakkur, melupakan diri dan mencampurkannya kepada hakikat besar dalam ingat kepada Allah Yang Esa.

Sifat demokratis Islam jelas mempengaruhi rasa kekaguman saya dalam persamaan hak antara raja-raja yang berkuasa dan kaum fakir miskin dalam Mesjid, semuanya bersujud kepada Allah s.w.t. Tidak tersedia tempat yang khusus untuk sesuatu golongan.

Seorang Mukrnin itu tidak mengakui adanya perantara antara dirinya dengan Tuhan. Dia menghadap langsung kepada Tuhan --yang tidak dilihatnya-- Allah pencipta semua makhluk dan pemberi hidup, tanpa paksaan untuk memohon ampun atau untuk mempercayai kekuasaan seorang guru untuk memberi kebebasan dari dosa.

Dan persaudaraan seluruh dunia dalam ajaran Islam menentang perbedaan ras, politik, warna kulit dan daerah/negeri telah mantap dalam jiwa dan rasa saya berulang kali dengan sepenuh keyakinan dan kesungguhan. Ini adalah kenyataan-kenyataan lain yang telah mendorong dan membimbing saya memeluk agama Islam.
Comments
0 Comments
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

 

like this

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut". Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". 'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut"

sharing ilmu islam Copyright © 2013 Template modification by Ikhwanul fikri