Thursday 6 June 2013

Biografi Ubai bin Ka’ab


Dia adalah Ibnu Qais, pemimpin ahli Al Qur`an, Abu Al Mundzir Al Anshari, An-Najjari, Al Madani Al Muqri‘, Al Badari, yang juga dijuluki dengan Abu Ath-Thufail.
Dia sempat mengikuti perjanjian Aqabah dan perang Badar, mengumpulkan Al Qur`an pada masa Nabi Shallallahu'alaihi wassallam, belajar langsung dari Nabi Shallallahu'alaihi wassallam , menghafal banyak ilmu yang penuh berkah, dan sosok ulama yang suka beramal.
Anas berkata, “Nabi Shallallahu'alaihi wassallam pernah berkata kepada Ubai bin Ka’ab, ‘Allah menyuruhku agar mengajarimu membaca Al Qur`an’. Ubai bin Ka’ab berkata, ‘Apakah Allah menyebutkan namaku kepadamu?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya’. Dia bertanya lagi, ‘Apakah namaku juga di sebut di sisi Tuhan penguasa alam?’ Dia menjawab, ‘Ya’. Setelah itu kedua matanya memgeluarkan air mata. Ketika Nabi Shallallahu'alaihi wassallam bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang ayat Al Qur`an yang paling agung, ia menjawab, ‘Allaahu laa ilaaha illaa huwa al hayyu al qayyum’. (Qs. Al Baqarah [2]: 255) Nabi Shallallahu'alaihi wassallam kemudian memukul dadanya seraya bersabda, ‘Betapa luasnya ilmumu wahai Abu Mundzir’.”
Anas bin Malik berkata, “Al Qur`an dikumpulkan pada masa Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam oleh empat orang sahabat yang semuanya berasal dari kaum Anshar, yaitu Ubai bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid.”
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam bersabda,
‘Umatku yang paling pandai membaca Al Qur`an adalah Ubai bin Ka’ab’.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Al Harits bin Naufal, dia berkata: Aku pernah berdiri bersama Ubai bin Ka’ab di bawah bayang-bayang pohon Uthum Hassan, di pasar buah-buahan pada saat ini. Ubai lalu berkata, “Tidakkah kamu melihat manusia berbeda-beda punggung mereka dalam mencari dunia?” Aku menjawab, “Ya.” Dia berkata lagi, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam bersabda, ‘Hampir saja sungai Eufrat (Tigris) menyingkapkan gunung emas. Jika manusia mendengarnya, tentu mereka akan bergegas menujunya. Lalu orang yang ada di sisinya, seraya berkata, “Jika kami biarkan manusia mengambilnya, mereka tidak akan meninggalkannya barang sedikit pun, lalu setiap seratus orang akan dibunuh 99 diantaranya.”
Diriwayatkan dari Ashim dari Zirr, dia berkata, “Ketika datang ke Madinah, aku menemui Ubai. Aku berkata, ‘Semoga Allah merahmatimu, bersikap baiklah kepadaku!’ —ketika itu dia seorang pria yang memiliki pekerti yang buruk— setelah itu aku bertanya kepadanya tentang malam Lailatul Qadar. Dia menjawab, ‘Yaitu malam kedua puluh tujuh’.”
Abu Daud meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wassallam pernah mengerjakan shalat, lalu beliau lupa, dan ketika teringat beliau berkata kepada Ubai, ‘Apakah kamu akan shalat bersama kami?’ Ubai menjawab, ‘Ya’. Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam kemudian bersabda, ‘Apa yang menghalangimu untuk tidak mengingatkanmu ketika aku lupa?’.”
Diriwayatkan dari Qais bin Ubad, dia berkata: Aku pernah datang ke Madinah untuk menemui sahabat-sahabat Muhammad, dan di antara mereka semua hanya Ubai yang lebih aku senangi. Ketika shalat dilaksanakan, aku berdiri di shaf pertama. Tak lama kemudian datang seorang pria melihat wajah orang-orang, dia mengetahui mereka kecuali aku, lalu dia memandangku dan berdiri di tempatku. Tatkala itu aku tidak lagi menyadari shalatku. Ketika dia shalat, dia berkata, “Wahai anakku, semoga Allah tidak menimpakan keburukan kepadamu. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang hanya didasarkan pada kebodohan, karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Berdirilah di shaf yang ada sesudahku’. Aku telah memperhatikan semua wajah orang-orang dan aku mengenal mereka semua kecuali kamu’.” Ternyata dia adalah Ubai bin Ka’ab.
Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa Utai bin Dhamrah menceritakan kepadaku, dia berkata, “Ketika aku melihat penduduk Madinah berkumpul di kuburan mereka, aku bertanya, ‘Ada apa dengan mereka?’ Salah seorang di antara mereka menjawab, ‘Apakah kamu bukan penduduk negeri ini?’ Aku menjawab, ‘Bukan’. Dia berkata, ‘Pada hari ini pemimpin kaum muslim, Ubai bin Ka’ab, telah berpulang menghadap-Nya’.”
Diriwayatkan dari Ubai, dia berkata, “Kami biasa mengkhatamkan Al Qur`an dalam hitungan delapan malam.”
Ubai bin Ka’ab juga pernah berkata kepada Umar bin Khaththab, “Mengapa kamu tidak mengangkatku menjadi wali?” Abu Bakar menjawab, “Aku khawatir agamamu terkotori.”
Ma’mar berkata, “Semua ilmu Ibnu Abbas diambil dari tiga orang, Umar, Ali, dan Ubai.”
Masruq berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ubai tentang sesuatu, lalu dia bertanya, ‘Apakah itu sudah terjadi sekarang?’ Aku menjawab, ‘Belum’. Dia berkata, ‘Jangan pernah menanyakan sesuatu yang belum terjadi kepada kami. Jika telah terjadi maka kami akan berijtihad untukmu menurut pendapat kami’.”
Selain itu, Umar RA sempat memuji Ubai dan bersikap sopan kepadanya serta berhakim kepadanya.
Ubai bin Ka’ab meninggal dunia pada masa kekhalifahan Umar RA.
Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa Umar bin Khaththab pernah menyuruh orang-orang agar shalat berjamaah bersama Ubai pada bulan Ramadhan. Dia kemudian shalat bersama mereka sebanyak dua puluh rakaat.
Ubai juga pernah menemukan kantong berisi seratus dinar, lalu dia mengumumkannya selama satu tahun, dan setelah tidak ada yang mengakuinya ia baru mengambilnya.
------------------
siyar alam an-nubala
Comments
0 Comments
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

 

like this

Blog Archive

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut". Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". 'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut"

sharing ilmu islam Copyright © 2013 Template modification by Ikhwanul fikri