Wednesday 12 June 2013

Pengertian Shahabat berikut penjabaranya


Pengertian Shahabat berikut penjabaranya. Ketika kita mempelajari ataupun meneliti hadits, maka akan ada banyak hal yang harus kita pelajari. Akan tetapi yang terpenting adalah tentang masalah sanad dan matan. Karena dari keduanya kita dapat menilai suatu hadits, apakah hadits itu hadits dla’if, hasan atau shahih. Salah satu bagian sanad yang sangat penting adalah thabaqah shahabat. Walaupun para ulama’ berbeda pendapat dalam mendefinisikan dan penilaian shahabat, namun mereka menduduki posisi penting dalam pewarisan agama Islam. Sebab, mereka adalah generasi pertama umat islam yang memelihara hadits sebagai sumber hukum kedua ajaran Islam setelah Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wassallam wafat. Mereka sampaikan kepada generasi kedua (tabi’in) dan tabi’in kepada tabi’ al-tabi’in, hingga sampai kita. Akan tetapi banyak juga yang kurang mengerti tentang shahabat, sehingga kami merasa perlu untuk sedikit menerangkan masalah shahabat.


A. PENGERTIAN SHAHABAT


Shahabat secara etimologi berasal dari kata shuhbah. Kata tersebut digunakan untuk setiap orang yang bersahabat dengan orang lain baik lama maupun tidak. Untuk pengertian shahabat secara terminologi terdapat banyak pendefinisian. Menurut istilah ahli hadits, shahabat adalah:
كل مسلم رأى رسول الله ص.م (Setiap orang islam yang dapat melihat Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam).
Al Bukhari di dalam kitab shahihnya berkata:
من صحب النبى ص م او رأه من المسلمين فهو من اصحابه وذكر الامام احمد من اصحاب رسول الله ص م اهل البدر. ثم قال: افضل الناس بعد هؤلاء اصحاب رسولالله ص.م القرن الذى بعث فيهم. كل من صحبه سنة او شهرا أو يوما او ساعة او رأه فهو من اصابه له من الصحبة على قدر ما يصحبه وكانت سابقة معه وسمعه منه و نظر اليه
Orang yang menyertai Nabi atau melihatnya dari orang-orang Islam dipandang shahabatnya. Imam Ahmad menerangkan bahwa diantara shahabat-shahabat Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam ialah orang-orang yang turut bertempur dalam perang Badar. Kemudian ia berkata: orang yang paling mulia diantara manusia sesudah shahabat-shahabat Rasulullah ialah orang-orang yang hidup dalam abad dimana Rasulullah diutus dalam kalangan mereka. Semua orang yang melihat Rasulullah baik setahun, beberapa bulan, sehari ataupun sesaat ataupun hanya dapat melihatnya, digolongkan ke dalam shahabatnya. Dia berhak mendapat persahabatan dengan Nabi menurut ukuran yang dia dapat menyertai Nabi Shallallahu'alaihi wassallam, dapat mendengar sesuatu keterangan Nabi Shallallahu'alaihi wassallam dan dapat memandangnya. Ibn Shalah berkata:


بلغنا عن ابن المظفر السمعانى المروزى انه قال: اصحاب الحديث يطلقون اسم صحابة على كل من روى عنه حديثا او كالمة ويتوسعون حتى يعدوا من رأه رؤية من الصحابة وهذا لشرف منزلة النبى ص م اعطوا كل من رأه حكم الصحابة


Sampai berita kepada kami dari Abdul Mudhafar al-Sam’ani bahwa dia berkata: Ahlu Hadits memberi nama shahabat kepada tiap-tiap orang yang meriwayatkan dari pada Nabi Shallallahu'alaihi wassallam sesuatu hadits ataupun sesuatu kalimat. Bahkan mereka memandang shahabat orang yang hanya dapat melihat Nabi Shallallahu'alaihi wassallam. Mereka berbuat demikian karena mengingat kedudukan Nabi Shallallahu'alaihi wassallam. Mereka berikan kepada segala orang yang dapat melihat Nabi Shallallahu'alaihi wassallam nama shahabat.
Segolongan ulama’ berpendapat bahwa kita tidak boleh menyebut shahabat kepada seseorang yang hanya pernah melihat Nabi Shallallahu'alaihi wassallam sedangkan orang tersebut tidak pernah meriwayatkan satu haditspun.
Al-Waqidi berkata bahwa ahli ilmu mengatakan:”segala yang melihat Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam sedang dia sudah sampai umur (baligh) dan memeluk agama Islam serta memahami urusan agama dan menerimanya dengan rasa puas maka dia dalam pandangan kami dari orang-orang yang menyertai (shahabat)Nabi walaupun dia hanya menyertai Nabi Shallallahu'alaihi wassallam sehari.”
Ta’rif al-Waqidi ini tidak memasukkan ke dalam shahabat orang-orang yang dapat melihat Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam sebelum sampai umur baligh walaupun dia meriwayatkan hadits seperti Ibn Abbas, al-Hasan, al-Husain, Ibn Zubair dan lain-lain.
Al-Iraqi mengatakan membatasi shahabat dengan orang yang telah sampai pada umur baligh adalah pendapat yang ganjil.
Sa’id bin Musayyab berkata: kami tidak memandang shahabat kecuali orang yang bersama Nabi Shallallahu'alaihi wassallam setahun atau dua tahun dan turut berperang bersama Nabi satu atau dua peperangan.
Ibn Shalah meragukan apa yang diucapkan Sa’id bin Musayyab, karena kalau perkataan tersebut kita pegangi maka Jarir ibn Abdillah al-Bajali dan orang yang semisalnya tidak dapat kita pandang sebagai shahabat.
Ibn Hajar berkata bahwa pendapat yang paling shahih adalah: shahabat itu orang yang menjumpai Nabi dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan Islam. Sehingga masuk golongan shahabat orang yang menjumpai Nabi, Orang yang lama duduk bersama Nabi dan yang tidak, orang yang meriwayatkan hadits dari Nabi dan yang tidak, orang yang turut berperang berperang bersama Nabi dan yang tidak, orang yang pernah melihat Nabi dari jauh tapi tidak pernah duduk semajlis dengan Nabi dan orang yang pernah duduk bersama Nabi tetapi tidak dapat melihatnya.
Pertemuan dengan Nabi meskipun hanya sejenak, merupakan suatu keharusan. Raja Najasyi misalnya, tidak dianggap sebagai shahabat, sebab kendati ia beriman kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam, tetapi tidak bertemu dengan beliau. Seorang anak, asal berakal dan cerdik serta memenuhi kriteria itu, bisa saja dimasukkan ke dalam kategori shahabat. Bahkan anak-anak dengan tingkatan kecerdasan lebih rendah asal sudah dapat memahami pembicaraan dan memberikan jawaban, seperti al-Hasan dan al-Husain serta Mahmud bin al-Rabi’.


B. CARA MENGETAHUI SHAHABAT


Cara mengetahui shahabat adalah sebagai berikut:
1. Khabar mutawatir, seperti tentang sepuluh orang shahabat yang mendapat kabar gembira akan masuk surga. Mereka adalah khulafa’ al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Sa’ad bin Abi Waqash, Said bin Zaid, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, , Abdurahman bin ‘Auf, dan Abu Ubaidah Amir bin al-Jarrah.
2. Khabar masyhur atau kabar mustafidl, tetapi tidak sampai kederajat mutawatir seperti ‘Ukasyah bin Mihshan dan Dlammam bin Tsa’labah.
3. Dinyatakan oleh salah seorang shahabat bahwa dia itu shahabat, seperti Hamamah bin Abi Hamamah al-Dausi yang meninggal di Asfahan lantaran sakit perut. Abu Musa al-Asy’ari menetapkan bahwa Hamamah pernah mendengar hadits dari Nabi.
4. Pengakuan orang yang terkenal adil dan terpercaya dan melingkupi batas waktu yang mungkin. Para Ulama’ menetapkan batas waktu yang mungkin itu tidak melewati tahun 110 H. Mereka mendasarkan pendapat mereka kepada sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam seperti yang diriwayatkan Imam Muslim dan At-Tirmidzi:”tidak ada seorangpun yang dilahirkan pada hari ini akan masih ada dalam keadaan hidup seratus tahun kemudian.”
5. Keterangan seorang tabi’in yang tsiqqah, bahwa yang diterangkan itu adalah shahaby. Ini berarti pentazkiyahan (menganggap adil ) dari orang yang tsiqah itu diterima.


C. KEADILAN SHAHABAT


Tentang penilaian para shahabat juga ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’.
1. Pendapat jumhur mengatakan bahwa para shahabat Nabi Shallallahu'alaihi wassallam adalah manusia-manusia yang arif, mujahid (ahli ijtihad), yang ‘adalah-nya (keadilan, integritas kepribadian-nya) dijamin oleh al-Qur’an dan sunnah (QS.9: 100, QS.8:74, QS.59: 8-10, QS.48: 29 dan 18). Baik mereka yang turut dalam kekacauan, maupun yang tidak. Sedangkan Nabi Shallallahu'alaihi wassallam bersabda: berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku. Lalu “sebaik-baik kurun adalah kurunku.” Serta “takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dalam menghadapi shahabat-shahabatku! Janganlah kalian menjadikan mereka sebagai sasaran sesudahku. Barang siapa mencintai mereka, maka sebab mencintaiku ia mencintai mereka. Dan barang siapa yang membenci mereka, maka sebab membenciku ia membenci mereka. Barang siapa menyakiti hati mereka berarti menyakiti hatiku. Dan bvarang siapa menyakiti hatiku berarti menyakiti Allah. Barang siapa menyakiti Allah, maka kemungkinan besar Allah akan mentiksanya.” Keadilan dalam hal ini adalah keadilan dalam meriwayatkan hadits, bukan keadilan dalam hal persaksian.
2. Menurut pendapat Mu’tazilah, semua orang yang memerangi Ali adalah fasiq, ditolak riwayat dan kesaksianya, karena mereka menentang kepala negara yang sah. Sebagian dari mereka ada yang menolak riwayat semua orang yang terlibat dalam perang Siffin, baik yang memerangi Ali maupun yang memihak kepada Ali, karena salah satu dari pada dua golongan itu adalah orang-orang yang dipandang bersalah walaupun kita tidak dapat memastikan golongan mana.
3. Menurut pendapat sebagian kecil Ulama, semua shahabat itu itu sama seperti semua periwayat yang lain, harus diuji ‘adalah-nya. Para shahabat itu tidak berbeda dari manusia lainnya dalam hal ketidakmustahilannya berbuat salah dan alpa. Ke-adalah-an mereka bukan secara umum seperti kaidah pendapat jumhur: as-shahabat kulluhum ‘udul (shahabat semuanya adil), tetapi secara perorangan, karena tingkat pengetahuan, penguasaan terhadap agama dan kemampuan mereka tidak sama. Jadi, bila ada shahabat yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam maka ‘adalah-nya harus diteliti untuk menerima atau menolak hadits itu.
Imam an-Nawawiy mengatakan bahwa pendapat jumhur itu telah menjadi ijma’. Oleh karena itu pendapat yang mengharuskan penyelidikan keadilan shahabat, pendapat yang membedakan apakah terlibat dalam fitnah atau tidak dan lain sebagainya, tidak perlu diperhatikan.


D. THABAQAT SHAHABAT
Yang dimaksud dengan istilah thabaqat di sini adalah sekelompok rawy yang sebaya umurnya dan bersama-sama mendapat ilmu dari guru mereka. Sebagaimana diterangkan dimuka, bahwa ditinjau dari segi perjumpaanya dengan Nabi, maka seluruh shahabat itu hanya dianggap dalam satu thabaqat. Tetapi kalau ditinjau dari segi-segi yang lain, misalnya duluan masuk Islam atau banyaknya mengikuti perang atau lain sebagainya, maka mereka mempunyai beberapa thabaqat.
Para muhaditsin memperselisihkan jumlah thabaqat shahabat. Sebagian ‘Ulama’ membagi shahabat itu lima thabaqat, sebagian ‘Ulama yang lain membaginya menjadi sepuluh thabaqat dan ada pula yang ‘Ulama yang menjadikan mereka dua belas thabaqat, bahkan lebih. Thabaqah shahabat yang dua belas itu sebagai berikut:
1. Para shahabat yang terdahulu masuk Islam, seperti Khalifah yang empat dan Bilal bin Abi Rabah.
2. Shahabat yang masuk Islam sebelum adanya permusyawaratan orang-orang Quraisy di Dar al-Nadwah, untuk berbuat makar kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wassallam. Di kala ‘Umar bin Khaththab r.a. telah menyatakan keislamannya, Nabi membai’at Sa’id bin Zaid dan Sa’ad bin Abi Waqqash di dar al-Nadwah tersebut.
3. Mereka yang hijrah ke Habsyi pada tahun ke-5 kenabian, mereka terdiri dari 11 laki-laki dan 4 wanita. Diantara mereka adalah: Ja’far bin Abi Thalib, Khatib bin ‘Amar bin ‘Abd al-Syam, Suhail bin Baidla dan Abu Hudzaifah bin ‘Atabah. Sejajar dengan kelompok thabaqat ini adalah para shahabat yang melakukan hijrah kedua ke Habasyah. Jumlahnya 83 orang, diantaranya: Asma’ bin Umais (istri Ja’far), Ubaidillah bin Jahsy, ummu Habibah (istri Ubaidillah), Abdullah bin Jahsy, Abu Musa dan Ibn Mas’ud.
4. Shahabat yang mengikuti perjanjian ‘Aqabah pertama. Mereka adalah 12 shahabat Anshar. Diantaranya adalah Jabir bin Abdullah, Uqbah bin Amir, As’ad bin Zararah, dan Ubadah bin as-Shamit.
5. Shahabat yang mengikuti perjanjian ‘Aqabah kedua, yang memelik Islam sesudah tahun ‘Aqabah pertama. Mereka terdiri dari 70 shahabat Anshar disertai dua orang wanita. Diantara mereka adalah: al-Barra’ bin Ma’rur, Sa’ad bin Ubadah, dan Ka’ab bin Malik.
6. Para shahabat Muhajirin yang sampai di Madinah ketika Nabi Shallallahu'alaihi wassallam masih di Quba’, menjelang memasuki Madinah, seperti: Ibn Salamah bin Abi Asad dan ‘Amir bin Rabi’ah.
7. Para shahabat yang mengikuti perang Badar, mereka sebanyak 313 orang, antara lain Sa’ad bin Mu’adz dan al-Miqdad bin al-Aswad.
8. Para shahabat yang hijrah ke Madinah setelah perang badar dan sebelum perjanjian Hudaibiyah, diantaranya: al-Mughirah bin Syu’bah.
9. Para shahabat yang melakukan bai’at di bawah pohon di Hudaibiyah (bai’at al-Ridlwan), seperti: Salamah bin Akwa’, Sinan bin Abi Sinan dan Abdullah bin ‘Amr.
10. Para shahabat yang berhijrah sebelum penalukan Mekah dan sesudah peristiwa Hudaibiyah, seperti: Khalid bin Walid dan ‘Amr bin ‘Ash.
11. Para shahabat yang masuk Islam pada saat penaklukan Mekah, jumlah mereka lebih dari seribu orang, diantaranya Mu’awiyah bin Harb, Abu Sofyan dan Hakim bin Hizam.
12. Anak-anak yang melihat Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wassallam pada hari penaklukan Mekah dan haji Wada’, seperti: dua putra Ali (al-Hasan dan al-Husain), Sa’id bin Yazid, Abdullah bin Tsa’labah dan Abdullah bin Zubair.
Ibn shalah menukil dari pendapat Abu Zuhra’ bahwa beliau menerangkan bahwa: “tak ada yang dapat menetapkan bilangan shahabat”. Beliau mengatakan yang demikian ketika orang bertanya kepadanya, berapa jumlah perawi dari Nabi Shallallahu'alaihi wassallam. Abu Zuhra’ mengatakan bahwa:” ketika Nabi berhaji wada’ beliau ditemani oleh empat puluh ribu shahabat. Ketika beliau ke Tabuk, beliau ditemani oleh tujuh puluh ribu shahabat dan ketika beliau wafat, shahabatnya berjumlah seratus empat belas ribu, yaitu terdiri dari mereka yang mendiami kota Madinah, Mekah, orang-orang Arab dusun dan orang-orang yang menyaksikan Haji Wada’. Semua mereka melihat Nabi dan mendengar sabdanya di Arafah.




E. SHAHABAT-SHAHABAT YANG PALING BANYAK RIWAYATNYA
1. Abu Hurairah r.a. (19 SH-59 H)
Beliau meriwayatkan hadits sebanyak 5374 buah. Diantara jumlah tersebut 325 disepakati Bukhary dan muslim, 93 buah diriwayatkan oleh Bukhary sendiri dan 189 buah diriwayatkan oleh Muslim sendiri. Sanad yang paling shahih yang berpangkal darinya ialah: Ibnu Syihab az-Zuhri dari Sa’id Bin al-Musayyab dari Abu Hurairah. Adapun yang paling dha’if adalah as-Sari Bin Sulaiman dari Dawud Bin Yazid al-Audi dari bapaknya (Yazid al-Audi) dari Abu Hurairah.
2. Abdullah bin Umar bin Khaththab r.a (10 SH-73 H)
Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 2630 buah. Diantara jumlah tersebut, yang mutafaq ‘alaih sebanyak 170 buah, yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri 80 buah dan yang diriwayatkan Muslim sendiri sebanyak 31 buah. Sanad yang paling Shahih yang bersumber dari Ibnu Umar adalah silsilah Adz-dzahab, yaitu Malik dari Nafi’ dari Abdullah Bin Umar. Sedang yang paling dha’if: Muhammad Bin Abdullah Bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari Ibnu Umar.
3. Anas bin Malik r.a (10 SH-93 H)
Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 2268 buah, yang mutafaqun ‘alaih sebanyak 168 buah, yang hanya diriwayatkan Bukhari sebanyak 8 buah, yang hanya diriwayatkan oleh Muslim sebanyak 70 buah. Sanad yang paling shahih yang bersumber darinya adalah Malik dari az-Zuhri dari Anas. Sedang yang paling dha’if: Dawud Bin al- Muhabbir dari ayahnya dari Abban Bin Abi Iyasy dari Anas.
4. Abdullah bin Abbas r.a (3 SH-68 H)
Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1660 buah. Dari jumlah tersebut yang mutafaqun ‘alaih sebanyak 95 buah, yang hanya diriwayatkan Bukhari sendiri sebanyak 28 buah dan yang diriwayatkan Muslim sendiri sebanyak 49 buah. Sanad Hadis Ibnu Abbas paling shahih adalah riwayat az-Zuhri dari Ubaidillah Bin Abdullah Bin Utbah dari Ibnu Abas. Dan yang paling dha’if adalah riwayat Muhammad Bin Maarwan as-Suddi ashaghir.
5. Jabir bin Abdullah r.a (16 SH-78 H)
Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1540 buah. Dari jumlah tersebut yang mutafaqun ‘alaih sebanyak 60 buah, yang hanya diriwayatkan Bukhari sendiri sebanyak 16 buah dan yang diriwayatkan Muslim sendiri sebanyak 126 buah.
6. Abu Sa’id al-Khudry r.a (12 SH- 74 H)
Hadits yang beliau riwayatkan sebanyak 1170 buah. Dari jumlah tersebut yang mutafaqun ‘alaih sebanyak 46 buah, yang hanya diriwayatkan Bukhari sendiri sebanyak 16 buah dan yang diriwayatkan Muslim sendiri sebanyak 52 buah.
Abu Bakar r.a walaupun setiap hari menyertai Nabi hanya meriwayatkan Hadits sebanyak 140 hadits, karena beliau wafat sebelum timbul perhatian masyarakat dalam mendengar hadits dan menghafalnya.


F. KITAB-KITAB YANG TERKENAL DALAM BIDANG SEJARAH SHAHABAT
Para sahabat tai’in dan tabi’i tabi’in mengetahui siapa yang bersahabat dengan Nabi, keistimewaan shahabat yang menukilkan Hadis dan meriwayatkannya dari Rasul Shallallahu'alaihi wassallam. Mereka menghafal nama kebanyakan para Shahabat. Para ulama’ telah berupaya mengumpulkan nama-nama shahabat, riwayat-riwayat mereka, kampung halaman mereka, keadaan mereka, dan sejarah kewafatan mereka.
Dalam sejarah shahabat ini telah disusun 40 buah kitab, diantaranya:
1. Al-isti’ab fi ma’rifatil ashhab, karya Abu Umar Yusuf Abdullah Ibnu ‘Abdil Barr (368-463 H)
2. Usdul Ghabah fi ma’rifati shahabah, karya Ibnul ‘Atsir ‘Izzuddin ‘Ali ‘Ibnu Muhammad (555-630 H)
3. Tajrid Asma’i shahabah, karya al-hafid adz-Dzahabi (673-748 H)
4. Al-ishabah fi tamyiziz shahabah, karya al-hafid Ahmad Ibnu ‘Ali Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H).


A. KESIMPULAN
1. Shahabat itu orang yang menjumpai Nabi dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan Islam.
2. Cara mengetahui shahabat adalah sebagai berikut: khabar mutawatir, khabar masyhur atau kabar mustafidl, tetapi tidak sampai kederajat mutawatir, dinyatakan oleh salah seorang shahabat bahwa dia itu shahabat, pengakuan orang yang terkenal adil dan terpercaya dan melingkupi batas waktu yang mungkin, keterangan seorang tabi’iy yang tsiqah, bahwa yang diterangkan itu adalah shahaby.
3. Ulama’ berbeda pendapat mengenai keadilan shahabat.
a. Pendapat jumhur mengatakan bahwa para shahabat Nabi Shallallahu'alaihi wassallam adalah manusia-manusia yang arif, mujahid (ahli ijtihad), yang ‘adalah-nya (keadilan, integritas kepribadian-nya) dijamin oleh al-Qur’an dan sunnah (QS.9: 100, QS.8:74, QS.59: 8-10, QS.48: 29 dan 18).
b. Menurut pendapat Mu’tazilah, semua orang yang memerangi Ali adalah negara yang sah.
c. Menurut pendapat sebagian kecil Ulama, semua shahabat itu itu sama
4. Shahabat terbagi dalam beberapa thabaqah, diantaranya: Para shahabat yang terdahulu masuk Islam, shahabat yang masuk Islam sebelum adanya permusyawaratan orang-orang Quraisy di Dar al-Nadwah untuk berbuat makar kepada Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wassallam, mereka yang hijrah ke Habsyi, shahabat yang mengikuti perjanjian ‘Aqabah pertama, shahabat yang mengikuti perjanjian ‘Aqabah kedua, para shahabat Muhajirin yang sampai di Madinah ketika Nabi Shallallahu'alaihi wassallam masih di Quba’, menjelang memasuki Madinah, para shahabat yang mengikuti perang Badar, para shahabat yang hijrah ke Madinah setelah perang badar dan sebelum perjanjian Hudaibiyah, para shahabat yang melakukan bai’at di bawah pohon di Hudaibiyah (bai’at al-Ridlwan), para shahabat yang berhijrah sebelum penalukan Mekah dan sesudah peristiwa Hudaibiyah, Para shahabat yang masuk Islam pada saat penaklukan Mekah, dan anak-anak yang melihat Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wassallam pada hari penaklukan Mekah dan haji Wada’.
5. Shahabat yang banyak meriwayatkan hadits adalah Abu Hurairah r.a. (19 SH-59 H), Abdullah bin Umar bin Khaththab r.a (10 SH-73 H), Anas bin Malik r.a (10 SH-93 H), Abdullah bin Abbas r.a (3 SH-68 H), Jabir bin Abdullah r.a (16 SH-78 H), dan Abu Sa’id al-Khudry r.a (12 SH- 74 H).
6. Kitab-kitab yang menerangkan tentang shahabat: Al-isti’ab fi ma’rifatil ashhab, karya Abu Umar Yusuf Abdullah Ibnu ‘Abdil Barr (368-463 H), Usdul Ghabah fi ma’rifati shahabah, karya Ibnul ‘Atsir ‘Izzuddin ‘Ali ‘Ibnu Muhammad (555-630 H), Tajrid Asma’i shahabah, karya al-hafid adz-Dzahabi (673-748 H), Al-ishabah fi tamyiziz shahabah, karya al-hafid Ahmad Ibnu ‘Ali Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H).
Comments
0 Comments
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

 

like this

Blog Archive

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut". Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". 'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut"

sharing ilmu islam Copyright © 2013 Template modification by Ikhwanul fikri