Saturday 21 December 2013

ANAK MENANTANG HIDUP


Setiap hari sepulang sekolah pukul 13.30 WIB, Ali Ma’un (13 tahun), bocah asal Dusun Becok, Kecamatan Merakurak, Tuban, Jawa Timur, tak pernah punya cukup waktu untuk bermain. Selepas mengganti baju seragam, kalau ada sisa makanan, dia langsung makan siang. Jika tak ada sisa makanan, dia langsung memanggul linggis dan ganco (cangkul kecil) di pundak kirinya.

Tangan kanannya menjinjing karung berisi peralatan seperti tatah, gergaji, dan peralatan besi lainya. Dengan kaki telanjang disertai beban seberat 12,5 kg, Ma’un menyusuri perbukitan gersang sejauh 5 km dari tempat tinggalnya menuju Dusun Karangrejo, lokasi bukit kapur milik PT Perhutani.

Bekas galian batu kapur yang memantulkan sinar menyilaukan mata dan membakar kulit tak mengendurkan semangatnya. Debu yang bertebaran diterjang angin sudah akrab dengan dua lubang hidungnya. Dia terus giat menggergaji bongkahan batu kapur untuk dijadikan bata kumbung (batu bata yang terbuat dari bangkahan batu kapur). Meski semangatnya membara, Ma’un hanyalah anak yang masih bau kencur. Setiap dua pekan dia hanya mampu membuat 150 bata kumbung dan dijualnya kepada bandar seharga Rp 200/bata. Artinya, setiap dua pekan dia bisa mendapatkan uang Rp 30 ribu.

Dia baru berhenti memeras keringatnya setelah adzan Maghrib berkumandang. Pekerjaan berat ini ditekuninya sejak kelas 2 SD. Risiko kecelakaan yang senantiasa menghantui, tak membuatnya surut. Di wilayah batu kapur tersebut kerap terjadi kecelakaan dan sudah puluhan nyawa melayang akibat longsoran bekas galian yang dibiarkan menganga. ”Bahayanya kalau musim hujan tiba, terowongan bekas galian mudah patah, padahal di bawahnya ada kegiatan memotong batu,” ungkap murid kelas dua SMP Nurul Huda, Tuban, itu.

Memang baginya hidup adalah pilihan. Sedep, ibu angkat yang merawat dan membesarkan Ma’un, kini mulai sakit-sakitan. Perempuan berusia senja itu tak sanggup lagi berpanas-panas menjadi buruh tani di ladang gersang di perbukitan kapur milik tetangganya. ”Kasihan simbok (ibu), dia sudah membesarkanku. Aku khawatir simbok sakit, nanti aku tak punya siapa-siapa lagi. Aku tidak memilih risiko tapi ini adalah hidup yang harus aku jalani,” tutur Ma’un.

Menurut dia, ibu angkatnya itu memang sudah lemah. Jangankan bekerja, untuk memasak pun sudah cukup berat untuk dilakukan Sedep. Sejak ibu angkatnya sakit-sakitan, kegiatan rutin Ma’un setiap selepas adzan Subuh adalah menyiapkan makanan ibu angkatnya itu, dan sekalian menyiapkan sarapan pagi sebelum berangkat sekolah. Tak hanya itu, dia juga mencucikan baju ibu angkatnya itu. Ma’un mengaku pernah melihat ibu angkatnya itu jatuh di dekat perapian saat hendak menanak nasi. Sejak itulah, dia tidak tega melihat ibu angkatnya bersusah payah menyiapkan makanan.



Hidup tanpa orang tua kandung sudah diketahui sejak dirinya berumur 5 tahun. Cerita tersebut ia dapatkan dari Mbok Sedep. Bahkan duka dan deritanya saat masih di kandungan ibunya hingga masa kelahiranya sudah diketahui seluruh warga Dusun Becok. Sejak bayi dia sudah ikut Mbok Sedep. Karena itu, dia sudah menganggap ibu angkatnya itu sebagai ibu sendiri.

Lantaran curahan kasih Mbok Sedep, Ma’un bisa selamat dan hidup normal tanpa harus kekurangan gizi, meski dirinya kecewa dengan kedua orang tuanya karena belum pernah menemuinya. Ma’un juga tak tahu ke mana rimbanya orang tua yang telah melahirkannya itu.

”Setelah aku lahir, belum genap lima hari, ibuku sudah pergi entah ke mana, sampai sekarang aku hanya hidup berdua dengan simbok. Menurut simbok ibu kandungku sekarang di Flores, namanya Cholisah. Kalau bapak aku nggak tahu sama sekali,” ungkap Ma’un menirukan cerita Mbok Sedep. Meski harus menjalani kehidupan yang sangat menantang, dan akrab dengan kemiskinan, Ma’un tetap bersemangat melanjutkan sekolah hingga SMP. Jika dibanding teman-teman sebayanya yang mampu secara ekonomi, prestasi bocah kerempeng itu patut diacungi jempol.

”Prestasi Ma’un patut dibanggakan, jika dibanding dengan beban hidup yang harus ditanggungnya. Dia meraih peringkat pertama di seluruh kelas 2 di sini,” kata Rahmat Basuki, salah satu pengajar di SMP Nurul Huda, Desa Tegalrejo. Untunglah, beban hidup Ma’un ini dimengerti oleh yayasan pengelola sekolah tersebut. Seluruh biaya pendidikan digratiskan oleh sekolah milik Yayasan Nurul Huda tersebut.

Yayasan tersebut memang menggratiskan pendidikan bagi murid-murid yang berasal dari keluarga kurang mampu. Meski begitu, masyarakat setempat belum begitu menyadari akan pentingnya pendidikan. ”Impitan ekonomi menjadi persoalan utama, mereka lebih memilih anaknya untuk membantu bekerja daripada sekolah meskipun tanpa biaya,” ujar Thohirin, ketua Yayasan Nurul Huda.


Comments
0 Comments
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

 

like this

Blog Archive

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut". Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". 'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut"

sharing ilmu islam Copyright © 2013 Template modification by Ikhwanul fikri