Saturday 21 December 2013

Gusti Allah ora sare


Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam.
Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yang
menjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langit
tampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelah
ditambah dengan “acara” kehujanan.
Setengah berlari saya mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi goreng
yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikir saya.
Segera saya berteduh, menjumpai bapak penjual yang sendirian, ditemani rokok dan
lampu petromak yang masih menyala. Dia menyilahkan saya duduk. “Disini saja dik,
daripada kehujanan…,” begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh.

Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yang
pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya
berkata, “tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja. Sang Bapak
tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu dan
penggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuah
pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar. Tangannya cekatan sekali
meraih botol kecap dan segenap bumbu.
Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula
canggung mulai hilang. Basa-basi saya bertanya, “Wah hujannya tambah deras nih,
orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?” Bapak itu menoleh ke arah saya,
dan berkata, “Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya..” katanya sambil menghisap
rokok dalam-dalam.
“Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?” kata saya, “Wah, rezekinya
jadi berkurang dong ya?” Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja, tak banyak yang
membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu
tambah sedih. Namun, agaknya saya keliru…
“Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya.
“Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama
anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi
lumayan lah tanahnya.” Bapak itu melanjutkan, “Anak saya yang disini pasti bisa
ngojek payung kalau besok masih hujan…”
Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, “Gusti Allah ora sare”. Allah
Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanya
telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak ada
artinya di depan perkataan sederhana itu. Makna nya terlampau dalam, membuat
saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan saya di hadapan Tuhan.
Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyak
hal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan hal
nyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saat
ada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar.
Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisa
menjadi anugerah bagi setiap petani. Derasnya juga adalah berkah bagi
sawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namun
derai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung,
atau mendorong mobil yang mogok.
Hmm…saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikiran
tampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. “Ya Allah,
Engkau Memang Maha yang Tak Pernah Beristirahat” Untunglah, hujan telah reda,
dan sayapun telah selesai makan. Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang
teringat, Gusti Allah Ora Sare….Gusti Allah Ora Sare…


Comments
0 Comments
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

 

like this

Blog Archive

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut". Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". 'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut"

sharing ilmu islam Copyright © 2013 Template modification by Ikhwanul fikri