Saturday 21 December 2013

Hutang Tidak Menghalangi Zakat

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada seorang yang berjualan barang-barang dagangan dengan cara mengambil barang-barang tersebut di sebuah perseroan asing secara kredit (hutang). Ketika barang-barang tersebut sudah mencapai haul (sudah tiba saatnya di zakati), dia masih punya hutang kepada perseroan tersebut dalam jumlah yang sangat besar, tapi belum jatuh tempo. Beberapa hari sebelum haulnya tiba, dia melunasi seluruh hutangnya dengan niat agar dia tidak membayar zakat dari hutang tersebut. Berdosakah niat yang ia lakukan tersebut ?

Bagaimana cara pembayaran zakatnya apabila saat jatuh haul :
[1]. Jumlah seluruh barang dagangan yang disimpan sebesar 200.000 real
[2]. Jumlah hutang 300.000 real
[3]. Jumlah piutang 200.000 real
[4]. Uang simpanan di bank sebanyak 100.000 real
Apabila dia menunda pembayaran hutang tersebut sampai akhirnya tiba saat haul, lalu dia membayar hutangnya dengan uang simpanannya sendiri (bukan dengan uang hasil penjualan barang-barang terebut). Apakah pembayaran hutang tersebut bisa dianggap sebagai zakat ?

Jawaban
Orang yang membayar hutang sebelum hutang tersebut tiba masa haulnya, maka dia tidak wajib membayar zakatnya dan hal itu diperbolehkan. Khalifah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pernah memerintahkan kepada orang yang berhutang agar membayar hutangnya sebelum hutang tersebut mencapai haul. Begitu juga orang yang berhutang boleh menyegerakan membayar sebagian hutangnya setelah jatuh tempo. Ini merupakan pendapat yang paling shahih diantara pendapat para ulama. Karena hal ini mengandung maslahat (kebaikan) bagi orang yang berhutang dan yang berpiutang, serta hal itu jauh dari riba.

Adapun barang-barang dagangan yang berada di tangan anda, maka anda wajib mengeluarkan zakatnya apabila sudah sampai haul. Begitu juga tabungan anda yang berada di bank, anda wajib menzakatinya ketika tabungan tersebut sudah mencapai haul. Sedangkan harta anda yang berada di tangan orang lain (piutang) maka hal ini masih membutuhkan perincian lebih lanjut : Apabila anda masih mempunyai harapan bahwa harta tersebut akan kembali ke tangan anda, maka anda wajib menzakatinya apabila sudah sampai haul, karena harta tersebut tidak ubahnya seperti uang yang anda tabung di bank atau di tempat lain. Tetapi apabila anda tidak mempunyai harapan untuk mendapatkan harta tersebut misalnya karena yang berhutang mengalami kebangkrutan, maka dalam hal ini anda tidak wajib menzakatinya. Demikianlah pendapat yang shahih di antara pendapat para ulama.

Sebagian ulama dalam hal ini berpendapat bahwa dia wajib menzakati piutangnya selama satu kali haul saja. Ini adalah pendapat yang bagus karena pendapat ini mengandung kehati-hatian akan tetapi hal ini tidak wajib, karena zakat itu merupakan kelebihan (dari suatu harta). Oleh karena itu tidak wajib zakat terhadap suatu harta yang belum diketahui apakah harta tersebut masih ada atau sudah hilang, misalnya seperti harta yang berada di tangan orang yang mengalami kebangkrutan atau dicuri orang, atau hilang atau binatang ternak yang tersesat dan lain-lain.

Adapun hutang yang menjadi tanggungan anda, maka anda harus mengeluarkan zakatnya apabila sudah mencapai haul, demikianlah pendapat yang lebih shahih dari para ulama. Dan harta (hutang) yang berada di tangan anda yang akan anda serahkan kepada orang yang berpiutang, lalu harta tersebut mencapai haul sebelum anda serahkan kepada orang yang berpiutang, maka harta tersebut masih harus dizakati dan anda-lah yang wajib mezakatinya. Karena harta tersebut telah mencapai haul ketika masih berada di tangan anda. Dan Allah tempat meminta tolong


[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, terbitan At-Tibyan – Solo]



Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1577&bagian=0

Comments
0 Comments
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

 

like this

Blog Archive

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut". Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". 'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik , menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali mahramnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut"

sharing ilmu islam Copyright © 2013 Template modification by Ikhwanul fikri